Kenapa Ramadan Muhammadiyah Sering Berbeda? Ini Penjelasannya!

Setiap tahunnya, umat Islam di Indonesia menanti keputusan awal Ramadan untuk memulai ibadah puasa. Salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia, Muhammadiyah, memiliki metode tersendiri dalam menentukan awal bulan Ramadan yang sering kali berbeda dengan metode yang digunakan oleh pemerintah melalui Kementerian Agama (Kemenag). Lalu, bagaimana cara Muhammadiyah menghitung bulan Ramadan?

Metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal

Muhammadiyah menggunakan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal dalam menentukan awal Ramadan, Syawal, dan Dzulhijjah. Metode ini berbeda dengan metode rukyat (pengamatan langsung) yang digunakan oleh pemerintah dan Nahdlatul Ulama (NU).

Hisab Hakiki Wujudul Hilal adalah perhitungan astronomis yang menentukan awal bulan berdasarkan wujudnya hilal di atas cakrawala setelah terbenamnya matahari. Syarat penetapan awal bulan menurut Muhammadiyah adalah:

  1. Konjungsi (Ijtimak) telah terjadi sebelum matahari terbenam.
  2. Hilal sudah wujud (berada di atas ufuk) saat matahari terbenam, tanpa melihat ketinggian minimal tertentu.

Jika dua kriteria ini terpenuhi, maka keesokan harinya sudah dianggap sebagai awal bulan hijriyah, termasuk Ramadan.

Baca juga: Komik Dragon Ball: Kisah Legenda yang Tak Terlupakan

Perbedaan dengan Metode Rukyat

Pemerintah Indonesia menggunakan metode rukyat bil fi’li (pengamatan langsung) yang dikombinasikan dengan hisab. Artinya, hilal harus benar-benar terlihat oleh mata atau alat optik sebagai syarat penetapan awal bulan. Jika hilal tidak terlihat, maka bulan berjalan digenapkan menjadi 30 hari sesuai dengan kaidah istikmal.

Karena Muhammadiyah hanya berpedoman pada wujudul hilal, mereka sering kali menetapkan awal Ramadan lebih awal dibandingkan pemerintah. Ini yang sering kali menyebabkan perbedaan awal puasa dan Idulfitri di Indonesia.

Keunggulan Metode Muhammadiyah

  1. Kepastian lebih awal – Dengan metode hisab, Muhammadiyah bisa menetapkan jadwal Ramadan jauh-jauh hari sehingga memudahkan persiapan umat.
  2. Objektivitas dan konsistensi – Perhitungan berbasis astronomi dianggap lebih akurat dan menghindari subjektivitas dalam melihat hilal.
  3. Tidak bergantung pada faktor cuaca – Rukyat bisa terkendala mendung atau gangguan atmosfer, sedangkan hisab tetap bisa digunakan dalam kondisi apa pun.

Muhammadiyah menetapkan awal Ramadan berdasarkan metode Hisab Hakiki Wujudul Hilal, yang mengandalkan perhitungan astronomis tanpa harus melihat langsung hilal. Hal ini sering kali membuat awal Ramadan Muhammadiyah berbeda dengan keputusan pemerintah yang mengacu pada rukyat. Meskipun terjadi perbedaan, umat Islam di Indonesia tetap saling menghormati dalam menjalankan ibadah puasa sesuai keyakinan masing-masing.

Dengan memahami cara Muhammadiyah menentukan awal Ramadan, kita dapat lebih bijak dalam menyikapi perbedaan yang ada dan tetap menjunjung tinggi semangat persatuan di tengah keberagaman.

superadmin

SUBSCRIBE US

It is a long established fact that a reader will be distracted by the readable content of a page when looking at its layout. The point of using Lorem Ipsum is that it has a more-or-less normal distribution

Copyright BlazeThemes. 2023